Pemkab Bandung Gratiskan Pengusaha Bangun Wisata Nomadik

Jelajah Nusa-Pemerintah Kabupaten Bandung, Jawa Barat, siap membantu pengusaha di sektor pariwisata untuk membangun wisata nomadik (nomadic tourism) dengan memanfaatkan potensi daya tarik wisata alam (nature) berupa hutan, danau, gunung, dan perkebunan. Pemkab Bandung memberikan izin secara gratis.
“Kabupaten Bandung memiliki daya tarik alam yang besar untuk dikembangkan sebagai wisata nomadik. Namun, dalam hal penggunaan lahan harus bekerjasama dengan pengelolanya yaitu Perum Perhutani, PT Perkebunan Nusantara (PTPN), dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSD). Kami siap membantu pengusaha untuk memanfaatkan potensi alam tersebut menjadi obyek wisata yang menarik tetapi tetap mengedepankan konservasi alam dan mensejahterakan masyarakat setempat,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Kadisparbud) Kabupaten Bandung H. Agus Firman Zaeni didampingi Kepala Biro Komunikasi Publik (Komblik) Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Guntur Sakti dalam temu dialog dengan 50 jurnalis peserta outbound yang diselenggarakan Biro Komblik di  Restoran Pinisi Glamping Lakeside Rancabali  Ciwidey, Kab Bandung.
H. Agus Firman Zaeni mengatakan, Disparbud Kab Bandung siap memberikan rekomendasi kepada pengusaha wisata nomadik sehingga memudahkan untuk melakukan kerjasama dengan pihak Perum Perhutani, PTPN dan BKSD. “Ini telah kami buktikan ketika pengusaha membangun Glamping Lakeside  Rancabali Ciwidey ini. Kami beri izin gratis. Tanpa uang untuk sebatang rokok pun,” kata H. Agus Firman Zaeni.
H. Agus Firman Zaeni juga mengatakan, meskipun dalam usaha itu restribusi maupun uang PNBP tidak masuk ke Pemkab, namun multiplier dari kegiatan pariwisata itu sangat besar dalam penciptaan lapangan kerja maupun kesejahteraan karena wisatawan yang datang membelanjakan uangnya langsung kepada masyarakat setempat.
Dari hasil pertemuan dengan Perum Perhutani yang difasilitasi oleh Kemenpar di Yogyakarta baru-baru ini disepakati bahwa Perhutani akan mempermudah investor yang ingin membangun wisata nomadik yang lokasinya di Kabupaten Bandung relatif banyak dan menarik.
Sementara itu pengelola Glamping Lakeside Rancabali Ciwidey Lutfi Naufal mengatakan, kemudahan perizinan yang diberikan oleh Disparbud Kab Bandung sangat membantu dalam kelancaran usaha pariwisata ini, “Kami menjadi mudah menyakinkan pada Perhutani dan PTPN dalam mengelola glamour camping (Glamping) di lahan mereka. Yang terpenting konsepnya jelas terutama dengan mengutamakan konsep pelestarian alam dan pemberdayaan masyarakat. Di Glamping Lakeside  Rancabali Ciwidey yang kami mulai sejak 2016 ini banyak memperkerjakan keluarga karyawan perkebunan,” kata Lutfi Naufal seraya mengatakan, pihaknya mengembangkan glamping dengan konsep hutan pada akhir tahun ini.
Kepala Biro Komblik Kemenpar Guntur Sakti mengatakan, nomadic tourism dan digital destination merupakan program unggulan Kemenpar. “Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menilai nomadic tourism memiliki value ekonomi tinggi dan treatment-nya_ juga relatif mudah
 sehingga menarik para pelaku industri pariwisata untuk mengembangkan bisnis ini terutama untuk aksesibilitas dan amenitasnya karena konsep ini cepat memberikan keuntungan komersial. Kemenpar akan mengembangkan nomadic tourism di empat destinasi prioritas yaitu Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, dan Borobudur yang nantinya akan menjadi pilot project,” kata Guntur Sakti.
Seperti diketahui nomadic tourism, khususnya untuk amenitas seperti _glamping/glamp camp banyak diminati para traveller dunia sebagai salah satu pilihan selain hotel berbintang. Fasilitas glamping mulai dikembangkan di sejumlah destinasi unggulan di Tanah Air seperti  Bali, Lombok, Jawa Barat, dan Belitung.
Menurut data jumlah backpacker atau wisatawan kelana di seluruh dunia mencapai 39,7 juta terbagi dalam 3 kelompok besar; flashpacker atau digital n
omad sekitar 5 juta orang yang menetap sementara di suatu destinasi sembari bekerja; glampacker atau milenial nomad sekitar 27 juta orang dengan mengembara di berbagai destinasi dunia yang instagramable; dan luxpacker atau luxurious noma sebanyak 7,7 juta orang lebih suka mengembara untuk melupakan hiruk-pikuk aktivitas dunia.  Para _luxpacker_ ini lebih menyukai fasilitas amenitas glamping di kawasan wisata alam; danau, pegunungan, pantai, atau persawahan dan sungai.
Rilis Kementrerian Pariwisata
Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya