Wearable Art Humba Panaskan Borobudur International Festival 2018
JELAJAH NUSA – Borobudur International Arts and Performance Festival 2018,Sabtu (7/7/2018), digelar. Even ini dijamin berlangsung megah. Sebab, sub event Wearable Art Humba Manandang akan turut menebarkan pesonanya.Warna warni ini bisa dinikmati melalui karakter unik kain tenun Melolo, Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Borobudur International Arts and Performance Festival (BIAPF) 2018 akan menjadi etalase karya terbaik anak negeri. Wearable Art Humba Manandang pun siap mengisinya dengan keindahan.
Buat yang ingin mengetahui apa itu Wearable Art Humba Manandang, bisa datang ke Taman Lumbini, Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Tepatnya mulai pukul 19.30 WIB.
Wearable Art Humba Manandang akan menampilkan kolaborasi Dian Oerip feat Nungki Nur Cahyani.
“BIAPF 2018 ini event yang sangat besar. Kami gembira karena dilibatkan di event luar biasa ini. Kami akan tampilkan karya terbaik dan khas dari Sumba,”Fashion Designer Khusus Baju Etnik Nusantara Dian Erra Kumalasari, kemarin.
Janji itu bukan tanpa alasan.Sebab, Humba Manandang ini artinya Humba yang cantik. Humba sendiri adalah tanah Sumba. Wilayah itu adalah penghasil kain-kain terbaik.
Menguatkan eksotisnya Humba Manandang, kain-kain tenun terbaik Sumba akan ditampikan. Kain tenun yang ditampilkan bergalur Melolo, sebuah desa eksotis di Umalulu, Sumba Timur, NTT.
Untuk mengeksplorasi kecantikannya, sembilan penari dan model akan ditampilkan. Mereka akan mengenakan kain tenun yang dililitkan dan tanpa treatment pemotongan.
“Ini lebih ke fashion design sebuah baju. Seperti fashion show, tapi ada tariannya. Kain yang dililitkan adalah tenun Sumba Melolo. Meski tanpa memotong, kain tenun Melolo menjadi sebuah karya busana. Kami memang tertarik untuk mengeksplorasi kain tenun Melolo karena unik,” terangnya lagi.
Beberapa kain tenun akan ditampilkan termasuk Pahikung, dibuat dengan teknik khusus dan motif unik. Beberapa motif yang menonjol dari kain tenun ini adalah aneka jenis satwa khas Sumba.
Ada kuda hingga motif biota laut khususnya udang. Mereka juga menciptakan motif khusus wanita. Filosofi yang ingin disampaikannya adalah kelanjutan dari kehidupan.
“Kain melolo yang menggambarkan kekuatan wanita adalah motif mamuli. Disitulah lambang rahim perempuan digunakan. Kehormatan perempuan sangat dijunjung tinggi,” ujar Dian lagi.
Selain motif, teknik pembuatan kain tenun khas Melolo juga sangat unik. Masyarakat mayoritas tidak menggunakan gambar atau pola dasar sebelum menenun.
Mereka hanya mengikuti ide yang muncul di kepala. Dian yang juga pemilik brand Dian Oerip Indonesia menambahkan, idea dituangkan langsung ke atas alat tenun hingga tercipta karya kain yang indah.
“Kami secara umum mengangkat semua karya nusantara, tapi tahun ini fokus dengan Sumba. Mereka ini memang unik. Untuk menciptakan motif, pemikiran yang ada di kepala langsung dituangkan dalam tenunan. Ada unsur magic-nya karena melibatkan roh-roh yang masuk. Hal ini tentu menjadi warisan budaya yang harus selalu disuarakan,” lanjut Dian.
Motivasi Dian untuk menyuarakan kain tenun Melolo pun menggumpal. Menurutnya, potensi kain tenun Melolo saat ini terpendam karena terisolasi. Ada kepentingan politis dan bisnis yang menjadi latar belakangnya.
“Kami tergerak hati untuk memaparkan karya tenun terbaik dari nenek moyang mereka yang luar biasa. Selama ini karya mereka lebih banyak tersimpan karena diisolasi dengan latar politik dan bisnis. Kondisi ini semakin memprihatinkan karena kerja keras mereka tidak sebanding dengan inkam yang diterima. Untuk itu, posisi kain tenun Melolo ini harus diperjuangkan karena sangat bagus dan unik,” katanya.
Kain Tenun Melolo dibuat menggunakan pewarna alami. Masyarakat di sana sepenuhnya memanfaatkan potensi alam. Semua jenis tumbuhan yang ada di Sumba dieksplorasi hingga menghasilkan warna terbaik.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kementerian Pariwisata I Gde Pitana menerangkan, BIAPF 2018 dan kain tenun jadi kombinasi fantastis.
“BIAPF dan kain tenun Melolo ini menjadi kolaborasi yang luar biasa. Eventnya pasti menjadi semakin fantastis. Karya-karya Dian Oerip ini memang luar biasa dan sangat menginspirasi. Untuk itu, event ini jangan sampai terlewatkan,” terang Pitana.
Sebelum tampil di BIAPF, Dian Oerip juga melakukan show di Museum Louvre dan Kantor Walikota Paris, Prancis, pada 15 Mei silam.
Dian tampil di Paris atas undangan diaspora Prancis yang ditunjuk Unesco bersama KBRI Paris. Saat itu, kain tenun Melolo, Sumba, menjadi bintangnya. Momentum ini pun menjadi sejarah, sebab ini kali pertama karya anak bangsa ditampilkan di Museum Louvre.
“Mereka memang memiliki banyak prestasi dan sangat mendunia. Kehadiran Dian Oerip dengan karya kain tenun Melolo di Borobudur tentu menguatkan pesona event. Kami optimistis jumlah pengunjung akan optimal di setiap hari eventnya,” tegas Asisten Deputi Pemasaran I Regional II Kemenpar Sumarni.
Setelah Borobudur, rangkaian show Dian Oerip akan ditutup di dalam program Jelajah Tanah Humba, 10-15 Juli 2018. Dikemas dalam konsep ‘Wearable Art Adara Prada’ pada 12 Juli, pukul 09.00 WIT. Event ini akan digelar di Pasar Melolo, Sumba Timur. Pada pukul 15.00 WIT, mereka lalu show di Padang Savana Walikiri, Sumba Timur, dengan background parade 1001 kuda.
“Agenda Dian Oerip ini memang sangat padat. Publik tentu beruntung karena mereka bisa tampil di Borobudur. Kami berharap, semoga penampilan mereka memberikan inspirasi bagi publik untuk lebih mengenal dan mencintai karya anak bangsa. Sebab, kalau bukan kita, siapa lagi,” jelas Kepala Bidang Area Jawa Kemenpar Wawan Gunawan.
Mengusung berbagai misi, Wearable Art Humba Manandang pun mendapatkan apresiasi Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya. Menurutnya, program Humba Manandang telah membuka pemahaman baru terkait kain tenun Melolo.
“Usaha dan upaya Dian Oerip mengangkat kain tenun Melolo ini luar biasa. Ada banyak pemahaman yang menginspirasi. Mereka luar biasa,” tutupnya.
(adh)