Jadikan Gastronomi Sebagai Daya Tarik Destinasi
JELAJAH NUSA – Gastronomi sebagai bagian dari seni kuliner terus mendapat tempat di tanah air. Berbagai institusi pariwisata pun mulai serius menggarap ilmu makanan dan minuman ini. Tak terkecuali, Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bali.
Bahkan, wilayah Ubud, Bali, digadang-gadang menjadi warisan budaya dunia untuk urusan gastronomi. Untuk itu STP Bali menggelar workshop dengan tema “Gastronomi Sebagai Daya Tarik Destinasi” di Bali, Selasa (7/4).
Ketua STP Bali, Dewa Gede Ngurah Byomantara mengatakan, STP menggelar workshop lantaran sangat peduli terhadap pariwisata di Bali. Salah satunya tentang Gastronomi yang bukan hanya merupakan seni kuliner. Tetapi erat hubungannya budaya dengan kuliner.
Narasumber yang dihadirkan sangat ahli dibidangnya. Seperti Antonio Montecinos, Doktor Ilmu Pariwisata Spesialis dalam penelitian dan perencanaan restaurant, hotel, layanan, rute, produk dan tujuan gastronomi yang berkelanjutan.
Dalam paparannya Antonio yang juga merupakan Direktur pusat bisnis Gastronomi Hotel (Cegaho), memberikan prioritas pada rantai nilai makanan dan pariwisata. Terutama untuk berkontribusi pada keamanan pangan.
“Pelestarian dan perlindungan warisan budaya gastronomi, pengembangan berlandaskan manfaat kepada masyarakat dengan memberikan pengalaman pariwisata melebihi harapan pengunjung,” ujarnya.
Dikesempatan yang sama, hadir Ketua Tim Percepatan Wisata Kuliner dan Belanja Kementerian Pariwisata Vita Datau.
Menurut Vita, penetapan Ubud sebagai “UNWTO Gastronomy Destination Prototype” diharapkan menjadi daya tarik baru pariwisata Pulau Dewata.
“Ini juga berarti Ubud menjadi destinasi pertama yang akan dibranding sebagai destinasi gastronomi berstandar UNWTO, di mana mereka adalah endorser terbaik di dunia untuk bidang pariwisata,” ujarnya.
Vita juga menjelaskan, Ubud dipilih karena paling siap untuk menjadi destinasi kuliner.
“Standar UNWTO itu ada lima, kuliner harus menjadi lifestyle, memiliki unsur sejarah dan budaya, memiliki produk lokal, story telling atau makanan yang dapat diceritakan, serta nutrisi yang dipenuhi,” kata Vita.
Acara workshop ini juga dihadiri oleh Dinas Pariwisata, PHRI Gianyar, Ubud Homestay Association, International Chef Association, para Dosen Seni Kuliner dan Dosen Tata Hidang STP Bali dan para pimpinan dari STP Bali.
Tahun ini, kuliner diproyeksikan menghasilkan devisa 20 miliar dolar AS, atau setara Rp 223 triliun. Jumlah itu naik sekitar 20 persen dari tahun 2017.
Yaitu sebesar 16,8 miliar dolar AS dengan target kedatangan 17 juta wisatawan mancanegara (wisman) dan pergerakan 270 juta wisatawan nusantara (wisnus) di Tanah Air.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, masa depan industri kuliner sangat bagus. Bahkan, kata dia, diplomasi sosial ekonomi terbaik melalui kuliner.
“Jadi sudah saya simpulkan, diplomasi sosial ekonomi terbaik itu melalui kuliner. Sebenarnya lebih tidak terasa melalui kuliner. Musik dan film itu juga mempengaruhi, tapi itu lebih terasa. Kalau kuliner tidak terasa. Pesan yang disampaikan melalui kuliner itu cair dengan budaya yang ada di kuliner tersebut,” ujar Menpar Arief Yahya.
Ia melanjutkan, kuliner sendiri memiliki ukuran yang lebih besar. Ketika merasakan kuliner satu bangsa, maka tidak menutup kemungkinan turis pun akan mengunjungi destinasi asal kuliner tersebut.
“Tahun 2017, pendapatan dari kuliner sekitar 30 persen atau sekitar Rp 60 triliun dari total pendapatan pariwisata sekitar Rp 200 triliun,” kata Menpar Arief.
(adh)