Parade Budaya “Megoak-goakan” Kembali Digelar

Permainan tradisonal Megoak-goakan  dari Desa Pakraman Panji, Kabupaten Buleleng,Bali ini masih terus lestari. Megoak-goakan digelar pada saat hari raya Ngembak geni atau sehari setelah Nyepi. Foto:IG

JELAJAH NUSA – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng, Bali menggelar parade budaya “Megoak-goakan” yang dikemas dalam pawai atau karnaval sebagai ciri khas seni budaya lokal.

“Parade Budaya tahun 2018 diikuti sembilan Kecamatan di Kabupaten Buleleng yang mengusung tema ‘GOAK’ yang artinya Gereget, Orisinil, Atraktif, dan Kreatif,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Drs I Putu Tastra Wijaya, MM di Singaraja, Buleleng, Jumat (30/3/2018).

Ia mengatakan sesuai dengan tema Parade Budaya tahun ini yakni “GOAK”, para peserta wajib menampilkan garapan kesenian Megoak-goakan yang melibatkan pemain 60 sampai dengan 100 orang penabuh dan penari.

Untuk Parade Budaya yang dipusatkan di kawasan Tugu Singa Ambara Raja itu dibuka langsung Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana dengan ditandai membunyikan “ceng-ceng”.

Dalam Kesempatan itu, hadir pula Wakil Bupati Buleleng dr. I Nyoman Sutjidra, Sp.OG, Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna,SH, Sekda Buleleng Ir. Dewa Ketut Puspaka,MP, FKPD Buleleng dan Pimpinan OPD lingkup Pemkab Buleleng.

Tastra Wijaya menambahkan Parade Budaya ini merupakan media yang sangat baik guna melestarikan kekayaan budaya daerah ditengah derasnya arus globalisasi.

Selain itu, parade budaya ini juga bisa menjadi media untuk menyosialisasikan kepada masyarakat, terutama generasi muda, terkait hal-hal yang ada dan berkembang di daerahnya yang menjadi khazanah budaya kebanggaan mereka.

“Buleleng sedang menuju revolusi Budaya dimana budaya yang ada di Buleleng kita gali dan lestarikan kembali. Bapak Bupati beserta Bapak Wakil Bupati sangat gencar dalam hal pelestarian budaya. Hal ini terlihat dari banyaknya festival budaya yang ada di Buleleng,” kata Tastra Wijaya.

Sementara itu, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana mengatakan Parade Budaya ini merupakan upaya untuk tetap menjaga eksistensi budaya lokal dengan sajian seni budaya unggulan masing-masing kecamatan di Kabupaten Buleleng.

Oleh karena itu, hal ini sudah seharusnya digelorakan secara berkesinambungan agar pemahaman akan mata rantai sejarah itu tidak putus dan dapat berdampak kepada kecintaan generasi muda terhadap daerahnya.

Melihat dari parade budaya tahun ini, Bupati yang akrab disapa PAS ini memberikan saran kepada panitia agar penyelenggaraan parade budaya kedepannya lebih baik lagi.

Untuk parade budaya kali ini sudah cukup baik, namun ada beberapa catatan yang harus menjadi perhatian untuk panitia. Dilihat dari temanya, ini sudah bagus tapi kalau bicara masalah penggalian kearifan lokal seluruh Kecamatan mungkin harus ada selingan-selingan apa yang ada di Kecamatan itu.

“Boleh menampilkan megoak-goakan untuk menghormati HUT Ke-414 Kota Singaraja, tetapi tidak harus itu yang ditonjolkan oleh masing-masing kecamatan. Esensi kearifan lokalnya harus dielaborasi, itu baru namanya parade budaya,” kata Bupati Suradnyana.

Seperti tahun sebelumnya, Parade budaya tahun ini kembali dilombakan dengan kriteria penilaian meliputi kesesuaian dengan tema yang ditampilkan, keserasian, kemeriahan, dan disiplin atau keutuhan barisan parade dari start sampai finish.

Pemerintah Kabupaten Buleleng, Bali kembali menggelar parade budaya “Megoak-goakan” yang dikemas dalam pawai atau karnaval sebagai ciri khas seni budaya lokal. Foto:IG

Hadiah untuk juara pertama adalah penghargaan “Maha Nugraha” berupa uang pembinaan Rp10 juta, juara kedua “Adikara Nugraha” mendapatkan uang pembinaan Rp8 juta serta juara ketiga “Adika Nugraha” mendapatkan Rp7 juta dan juara keempat “Adi Nugraha” mendapatkan hadiah Rp5 juta. Seluruh peserta parade budaya juga mendapatkan uang pembinaan masing-masing Rp15 juta.

“Oleh karena itu, Parade Budaya tahun ini masih mengambil rute yang sama seperti tahun lalu yakni start di kawasan Tugu Singa Ambara Raja lalu menuju jalan Gajah Mada, Dr Sutomo, A. Yani dan finish di jalan Dewi Sartika,” katanya.

Tumpek Landep Sementara itu, umat Hindu di Kabupaten Buleleng, Bali, juga melakukan ritual persembahyangan dalam rangka Hari Suci Tumpek Landep sebagai salah satu rangkaian dari penyucian senjata.

“Upacara ‘Tumpek Landep’ selain melaksanakan penyucian senjata juga memuja Vastu Purusa (menurut Veda) atau yang dikenal di Bali sebagai Ida Sang Hyang Pasupati,” kata Pembina Hotri Jagatnatha Gaurangga, Sukadewa Dasa.

Sukadewa mengatakan “Tumpek Landep” berarti memuja potensi Dewa Siva dan energi Vastu Purusa yang memberikan kedamaian dan kemujuran hidup manusia.

(adh/ant)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya