Museum of Linggarjati Agreement Dari Gubuk Ibu Jasitem
JELAJAH NUSA – Berawal dari sebuah gubuk milik Ibu Jasitem yang dibangun tahun 1918 kini Gedung Perundingan Linggarjati November kemarin sudah berkisah selama hampir 71 tahun.
Tahun 1921 gubuk dan area sekitarnya dibeli seorang Bangsa Belanda bernama Tersana dan dirombak menjadi rumah semi permanen,di tahun 1930-1935 rumah ini dibeli keluarga Van Ost Dome yang berkewarganegaraan Belanda dan dirombak menjadi rumah tinggal lebih baik seperti yang sekarang kita lihat.
Oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama Heiker dikontrak dan dijadikan hotel bernama Rus “Toord”.Di tahun 1942 ketika Jepang menguasai Indonesia oleh pihak Jepang fungsinya sebagai hotel tidak diubah hanya diganti namanya menjadi hotel Hokay Ryokan.dan akhirnya ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya di tahun 1945 hotel ini diganti namanya menjadi Hotel Merdeka.
Konsep pembagian sebagai ruang hotel masih bisa dilihat sampai saat ini di museum Linggarjati. Saat aksi militer Belanda ke 2 dari tahun 1948-1950 gedung ini dijadikan markas belanda. Di tahun 1950-1975 gedung ini dirubah fungsinya menjadi Sekolah Dasar Linggarjati ketika di tahun 1975 Bung Hatta dan Ibu Syahrir mengunjungi gedung ini dan membawa pesan bahwa gedung ini akan dipugar dengan bantuan dana dari Pertamina , namun sayang belum sempat terealisasi akhirnay di tahun 1976 gedung ini diserahkan kepada departemen pendidikan dan kebudayaan nasional untuk dijadikan museum memorial dengan nama museum Linggarjati.
Secara keseluruhan luas komplek museum Linggarjati mencapai 2,4 hektar dan hanya sepertiganya sekitar 800 M2 yang dijadikan bangunan dan sisanya dijadikan area terbuka dengan pohon pohon rindang dan tanaman yang berbunga menciptakan lingkungan yanga asri didukung iklim yang sejuk menjadikan tempat ini pilihan favorit warga Belanda untuk berlibur.
Gedung ini saksi perjuangan bangsa Indonesia dalam bidang diplomasi untuk mencapai kemerdekaan Indonesia sehingga menghasillkan perjanjian linggarjati untuk mengakhiri perselisihan antara pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Belanda yang ditandatangani antara pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Belanda dimana pemerintah Inggris berlaku sebagai penengah. Tempat ini dipilih sebagai jalan tengah lantaran Belanda tak setuju jika perundingan dilaksanakan di Yogyakarta, sementara Indonesia juga tak setuju jika perjanjian dilaksanakan di Jakarta. Pemerintah RI saat itu memang berada di Yogyakarta.
Usul digelar di Linggarjati ini datang dari Menteri Sosial Maria Ulfah yang berasal dari Kuningan. Utusan Belanda dipimpin Schernerhorn dan Indonesia dipimpin Perdana Menteri Sutan Syahrir. Ada pun pemimpin perundingan, agar netral, adalah Lord Killearn dari Inggris. Lord Killearn datang pada 10 November dengan kapal perang Inggris Verayan Bay dan diangkut dengan Kapal Angkatan Laut RI ke Cirebon. Ada pun delegasi Belanda menyiapkan penginapan di atas kapal perang HM Banckert yang terapung di dekat Pelabuhan Cirebon.
Presiden Soekarno memantau perundingan itu dari Cirebon. Perjanjian alot ini akhirnya, seperti kita baca dibuku sejarah berhasil merumuskan bahwa: (1) Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaannya meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura (2) Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk negara Indonesia Serikat dan Indonesia-Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya. Walau perjanjian itu disepakati di Kuningan, tapi perjanjian itu sendiri ditandatangani secara resmi di Istana Rijswijk (sekarang Istana negara) pada 25 Maret 1947. Dengan adanya perjanjian ini maka kedaulatan RI diakui oleh dunia internasional.
Puluhan wartawan meliput peristiwa ini. Mereka, seperti terekam dalam foto, mengetik berita peristiwa tersebut di tangga rumah tempat tinggal Sutan Syahrir yang terletak sekitar 750 meter dari tempat pertemuan delegasi Indonesia-Belanda. Rumah itu terletak di bawah, sekarang letaknya di belakang Hotel Linggarjati Indah atau di seberang Pemandian Linggarjati Indah. Semua tempat ini kita lalui jika menuju rumah tempat diselenggarakannya perundingan itu.
Rumah Tempat perundingan Linggarjati itu kini terbuka untuk umum. Karcis masuk ke “Museum Linggarjati” Rp 2000, parkir mobil Rp 5000,- Bis Rp 10.000,- . Di dalamnya terpampang puluhan foto bersejarah saat perundingan itu berlangsung. Juga dijelaskan kamar-kamar mana saja yang dipakai anggota delegasi untuk istirahat, tidur dan makan. Meja replika berlangsungnya perundingan juga dipamerkan lengkap dengan posisi duduk masing-masing delegasi. Ada pula piano tua milik tuan rumah yang masih bertengger di sana.
Di seberang rumah bersejarah ini ada areal parkir yang luas. Di lapangan parkir ini banyak orang berjualan makanan dan souvenir seperti kaos-kaos bertuliskan Linggarjati. Ada pula gantungan kunci bertulis nama-nama wakil Indonesia dan Belanda yang membahas butir-butir perjanjian itu. Sayang, rumah tempat penginapan Sutan Syahrir kini dipakai TNI dan tertutup untuk umum. Menikmati wisata edukatif merupakan salah satu cara untuk refresing serta sebagai sarana untuk menambah wawasan.
Akses untuk menuju lokasi gedung ini sangat mudah, dari arah Cirebon menuju Kuningan, setelah melewati Cilimus maka kalian akan menemui perempatan Linggarjati dari situ ambil arah ke kanan dan ikuti jalan terus naik ke kaki gunung Ciremai sampai ditemui Gedung Perjanjian Linggarjati, posisinya bersebelahaan dengan taman wisata Linggarjati tepatnya lokasi gedung ini ada di wilayah Blok Wage, Dusun Tiga, Kampung Cipaku, kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat.
Teks & Foto : RIV