Festival Saribu Rumah Gadang Semarakan TdS 2017

Festival Saribu Rumah Gadang akan digelar di Sumbar untuk menyemarakan event Tur de Singkarak. Foto:IG

JELAJAH NUSA –  Kabupaten Solok Selatan kembali menjadi tuan rumah Tour de Singkarak (TdS) 2017. Lebih dari sekadar bersepeda, Tds juga  bakal menyuguhkan wisata budaya Festival Saribu Rumah Gadang kepada para peserta.

Festival ini bakal digelar sebelum etape 6 dengan rute balap Kota Solok menuju Kayu Aro, Solok Selatan pada 22 November 2017.

Festival Saribu Rumah Gadang membuat TdS akan semakin berwarna karena menyajikan atraksi budaya dan seni termasuk pameran anak mudo seperti randai, silat, dan barabab.

Peserta bakal mementaskan kesenian mulai tergerus zaman seperti Randai, Silat Tradisi, Pidato Adat sampai Tari Piring dalam Festival Saribu Rumah Gadang. Hartati, seniman asal Solok turun gunung membuat konsep dan ide dalam festival ini.

Bupati Solok Selatan, Muzni Zakaria menjelaskan, kawasan saribu rumah gadang salah satu desa yang masih menjaga tradisi Minang, termasuk melestarikan bentuk dan fungsi rumah gadang.

“Festival Saribu Rumah Gadang bakal digelar tahunan. Tahun ini menjadi tahun pertama. Kami akan melibatkan seniman asal Solok, salah satunya Hartati, seorang seniman dan koreografer handal. Kami beruntung memiliki Hartati, ikut terjun langsung bolak-balik pulang kampung untuk membangun dan mengembangkan konsep festival ini,” kata Muzni,kemarin.

Festival ini, lanjut Muzni, membangkitkan lagi semangat budaya masyarakat Solok Selatan, bekerja sama dan gotong royong dalam membangun dan menjaga adat istiadat. Seluruh peristiwa atau tradisi berkaitan erat dengan adat istiadat Minang digelar atas partisipasi masyarakat.

“Bukan semata instruksi dari atas. Prinsip ‘duduak samo randah, tagak samo tinggi, dan pemimpin ditinggikan sarantiang’ itu menjadi acuan untuk festival ini,” lanjut sang Bupati.

Demi menghidupkan lagi nyawa adat istiadat kental di Solok Selatan itu, Pemkab Solok Selatan memilih tema “Manjupuik nan tatingga, mangumpuakan nan taserak, mengambang pusako lamo” memiliki arti menjemput yang tertinggal, mengumpulkan yang tercecer, menampilkan lagi pusaka lama.

Guna membangkitkan atmosfer selama acara, masyarakat dan wisatawan di kawasan Saribu Rumah Gadang diimbau untuk memakai busana khas Minangkabau: baju kurung untuk perempuan dan taluak balango untuk laki-laki.

“Deta dan asesoris keseharian lainnya. Bukan baju adat, baju baralek atau baju datuk dan sejenisnya. Masyarakat bukan sebagai penonton. Tapi langsung menjadi pelaku,”jelasnya.

(adh)

Share this Post:

Berita Terkait

Berita Lainnya