Lombok Harus Beda Dengan Bali
JELAJAH NUSA – Sikap tegas yang disampaikan Presiden Jokowi saat peresmian Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata, 20 Oktober 2017 itu disambut gembira. Apalagi, deadline 6 bulan jika pemegang kontrak pembangunan amenitas di kawasan seluas 1.200 ha itu.
Jika tidak ada actions sampai konstruksi, maka kontraknya pun akan dicabut.
“Iya, tidak ada alasan lagi untuk molor, karena target pariwisata juga makin melangit. Mandalika bisa menjadi atraksi dan sekaligus simpul amenitas pendukung NTB,” kata Menteri Pariwisata Arief Yahya saat peresmian Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Mandalika di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Jumat (20/10)
Apalagi ke depan, akses menuju ke Lombok akan semakin terbuka lebar. Oleh sebab itu, Atraksi, Akses, Amenitas (3A) memang tidak bisa dipisahkan dalam pengembangan destinasi dan industri. A itulah rumus Menpar Arief Yahya yang dijadikan patokan oleh semua destinasi dan daerah di tanah air.
Sejak dua tahun silam, Menpar Arief sudah mengumpulkan industri di Lombok De Praya Hotel. Termasuk dihadiri Kadispar NTB Lalu Faozal dan Ketua PHRI Hadi Faishal.
“Saya masih ingat, ada 6 butir yang menjadi concern untuk mendongkrak Lombok sebagai destinasi family friendly atau halal tourism,” kata Arief Yahya.
Lombok harus punya karakter yang berbeda dari Bali. Harus memiliki brand tersendiri, agar tidak selalu kena bayang-bayang Bali. Dipilihlah wisata dengan konsep family friendly, sehingga bisa menggarap pasar yang berbeda.
“Langkah pertama, dari sisi branding, memenangi World Halal Tourism Award 2015 dengan 3 penghargaan sekaligus. Tahun 2016, lebih kencang lagi, 12 awards diborong dari 16 yang dikompetisikan,” paparnya.
Lalu, pengembangan destinasinya, kemenpar membuat Lighting Islamic Center di Mataram lebih keren. Kalau malam, sudah tidak kalah dari Masjid Nabawi di Madinah.
“Pemasarannya, disasar negara-negara seperti Malaysia dan Timur Tengah,” kata Arief Yahya.
(adh)