Sertifikasi Halal, Kalau Tidak Sekarang, Kapan Lagi?
JELAJAH NUSA – Perdagangan produk halal secara global semakin menunjukkan potensi yang menggairahkan bagi sektor industri. Terlebih, sektor perjalanan pariwisata Muslim terus berkembang dan punya pasar yang terus meluas. Hal ini menandakan masyarakat dunia semakin membutuhkan produk halal untuk konsumsi sehari-hari.
Di Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar dunia, menemukan makanan halal sangatlah mudah mulai dari pasar tradisional, kaki lima hingga swalayan dan restoran. Berbagai makanan diolah, ditawarkan dan disajikan dengan segala macam variannya untuk kebutuhan masyarakat termasuk para wisatawan Muslim.
Tentu saja, makanan yang ditawarkan produsen haruslah makanan yang benar-benar terjamin kehalalannya. Terlebih, produsen atau perusahaan telah beroleh Sertifikat Halal yang diterbitkan lembaga yang punya otoritas atas hal tersebut. Perusahaan yang hendak mengajukan Sertifikat Halal di Indonesia, dalam hal ini kepada Majelis Ulama Indonesia, mesti melampaui sejumlah proses sertifikasi.
“Proses sertifikasi halal diawali dengan persiapan Sistem Jaminan Halal (SJH) dan persiapan ini dilakukan di perusahaan yang bersangkutan (pemohon). Kemudian melewati beberapa tahapan, ada audit, rapat komisi fatwa hingga tahap penerbitan sertifikasi halal,” papar Ir H Agus Sugilar, auditor di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Barat (LPPOM MUI Jabar).
Saat dijumpai di kantornya Jalan LLRE Martadinata 105 Kota Bandung, Agus menambahkan, jika proses sertifikasi berlangsung lancar dan semua persyaratan terpenuhi, maka hanya membutuhkan waktu sekira 29 hari sampai terbitnya Sertifikat Halal.
Menurut ketentuan LPPOM MUI dalam Panduan Jaminan Halal, sertifikasi halal adalah suatu proses untuk memperoleh Sertifikat Halal melalui beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi, dan SJH memenuhi standar LPPOM MUI. Sertifikat Halal adalah fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk baik itu makanan, minuman, obat-obatan maupun kosmetika, sesuai dengan syariat Islam.
Lantas, apa tujuan sertifikasi halal?
Yang utama adalah memberi kepastian status kehalalan suatu produk sehingga dapat menenteramkan batin konsumen yang mengkonsumsinya, memberikan rasa aman dan menjamin kelayakan suatu produk untuk umat ataupun masyarakat, baik layak dari sisi kesehatan maupun layak dalam segi agama yakni kehalalannya. Kesinambungan proses produksi halal dijamin oleh produsen dengan cara menerapkan SJH.
Tak dimungkiri, ada muncul perasaan aman tersendiri ketika melihat label halal MUI terdapat pada produk ataupun restoran tempat kita makan termasuk di kawasan destinasi wisata. Pemerintah sedang dan terus mengupayakan Indonesia sebagai negara dengan wisata halal terbaik. Terlebih, negeri ini punya banyak destinasi wisata yang mengagumkan. Tak ada salahnya sertifikasi ini diajukan dan diperoleh saat ini oleh perusahaan restoran dan sebagainya. Mendatang, sertifikasi halal MUI menjadi sebuah keharusan.
Sertifikat Halal suatu produk dikeluarkan setelah diputuskan dalam sidang Komisi Fatwa MUI yang sebelumnya berdasar pada proses audit yang dilakukan LPPOM MUI. Sertifikat Halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang berwenang.
Perusahaan yang akan mendapatkan Sertifikat Halal MUI dipersyaratkan untuk menerapkan Sistem Jaminan Halal (SJH) 23000 yaitu standar sistem manajemen halal. SJH dibuat untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan adalah halal tidak terkontaminasi najis. Penerapan SJH merupakan bentuk komitmen perusahaan untuk menghasilkan produk yang halal.
“Perusahaan yang akan melakukan sertifikasi halal wajib membentuk tim manajemen halal. Tim ini terdiri dari berbagai bagian yang terlibat dalam aktivitas kritis dan telah memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga kehalalan bahan, proses produksi dan fasilitas yang digunakan,” papar Agus. LPPOM MUI Jabar, imbuhnya, setiap Senin s.d. Kamis mengadakan pendampingan kepada perusahaan yang ingin sertifikasi halal.
Sertifikat Halal berlaku selama dua tahun. Tiga bulan sebelum berakhir masa berlakunya Sertifikat Halal, LPPOM MUI akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada produsen untuk segera memperpanjang. “Produsen yang tidak memperbaharui Sertifikat Halal, tidak diizinkan lagi mempergunakan Sertifikat Halal yang telah kadaluwarsa,” tandas Agus. (IA)*