Tradisi yang Terkelola dan Holistik
JELAJAH NUSA – Di bawah kepemimpinan Bupati Dedi Mulyadi, Kabupaten Purwakarta terus berbenah. Dengan slogan Purwakarta Istimewa, pemerintah kabupaten ini senantiasa berusaha mewujudkan pelayanan terbaik bagi masyarakatnya, mulai dari peningkatan pendidikan, infrastruktur hingga pengembangan destinasi pariwisata.
Slogan Purwakarta Istimewa sejatinya punya arti mengistimewakan masyarakat Purwakarta melalui berbagai macam pelayanan publik dan pembangunan di segala bidang. Perubahan demi perubahan yang telah dilakukan berdampak positif bagi masyarakat kota yang terkenal dengan oleh-oleh simping ini. Apalagi, sebagai salah satu kabupaten di Jawa Barat, secara geografis Purwakarta terletak pada titik temu tiga jalur utama lalu lintas yang sangat strategis yakni jalur Purwakarta-Jakarta, Purwakarta-Bandung dan Purwakarta-Cirebon.
Sebagai buktinya, infrastruktur jalan utama di Purwakarta sudah sangat baik dan merata hingga ke pelosok-pelosok. Ada jalan yang diperbaiki, diperlebar, bahkan ada penambahan akses jalan baru yakni jalur penghubung Kecamatan Sukasari-Maniis. Terbukanya jalur baru ini memudahkan akses warga Purwakarta dan para wisatawan khususnya yang hendak berwisata ke Curug Tilu yang eksotis di Sukasari.
Kerja nyata Pemerintah Kabupaten Purwakarta di bawah kepemimpinan Dedi Mulyadi juga terlihat dari keberhasilan mengubah wajah Purwakarta. Saat ini, kondisi kabupaten yang mengedepankan spirit budaya dalam pembangunannya itu terlihat lebih indah. Sejumlah destinasi pariwisata baru pun banyak yang tengah dikembangkan.
“Seluruh wilayah daerah itu kalau dikelola secara baik akan menjadi kekuatan kepariwisataan,” kata Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi kepada “Jelajah Nusa” belum lama ini. Terkait pengelolaan pariwisata, dia juga mengkritisi, kesalahan yang terjadi sekarang ini adalah membuat destinasi itu menjadi hal-hal yang hanya bersifat terkelola, bukan hal yang bersifat secara holistik menjadi kehidupan masyarakat.
“Dalam pandangan saya, kampung-kampung itu dapat menjadi destinasi pariwisata kalau ditata desain arsitekturnya, tata pola masyarakatnya, sanitasi lingkungan, konsep pertanian, perikanan peternakan dikembangkan menjadi satu kesatuan, akan menjadi potensi pariwisata seperti contoh Kampung Tajur. Itu yang berbasis alam,” paparnya.
Sebenarnya, imbuh Dedi, itu adalah hal yang biasa. Tetapi karena terkelola dengan baik maka menjadi potensi pariwisata. Kecenderungan manusia saat ini adalah kembali pada alam, pada lingkungan, pada senyawa yang mengajarkan manusia berserah diri pada seluruh tatanan kesemestaan. Sedangkan hal-hal yang telah dibuat dengan sentuhan teknologi mutakhir di Purwakarta antara lain Taman Air Mancur Sri Baduga dan taman lainnya.
Keberadaan kesenian dan kebudayaan di suatu kampung wisata tidak akan menjadi kekuatan kalau tidak holistik. Dedi memisalkan, dalam tradisi apakah tradisi musim tanam atau tradisi musim panen, apa yang dilakukan Bali sebenarnya adalah sebuah sistem nilai yang berkembang kemudian dikelola, bukan yang dibuat.
“Yang kita lalukan di Kampung Tajur itu bukan yang dibuat tetapi yang terkelola. Karena yang terkelola itu ritual tradisi masyarakat. Pariwisata akan muncul manakala bisa membangun ritual tradisi yang terkelola,” pungkasnya. (IA)*